Selasa, 15 April 2008
Perjalanan yang tak terduga
| Terdengan dentingan bel sepeda saat waktu menunjukan jam 6.31 pagi memaksaku untuk mengintip ke luar jendela. Pemandangan di luar masih agak gelap karena cuaca pagi ini terlihat mendung. Dari balik jendela aku melihat ada Pa Edi yang menunggangi Patrol hitam dan Pa Fauzie yang masih mengenakan sarung terlihat berbincang di jalan depan rumahku. Sedetik kemudian aku melangkah keluar kamar dan membuka pintu depan, untuk mengeluarkan si Marin yang sejak malam sudah ku parkir di ruang tamu setelah melumasi rantainya. Setelah berganti pakaian, seteguk teh manis dan selembar roti tawar yang sudah dilapisi selai dan mesis kusantap sambil mengenakan sepatu, sekedar mengganjal perut yang kosong. Setelah berpamitan dengan istriku, langsung ku genjot sepedaku menuju pos security dimana teman-teman yang lain sudah menunggu. Om ade (dari taman ventura indah), pa edi, pa harry, pa rudi, dan abub sudah menunggu dan siap berangkat. Sayang sekali, om ade datang hanya sekedar menyapa dan tidak bisa bergabung pagi ini karena harus ngantor. Begitupun pa H. Yuli, pa Dedi, pa Dion, dan pa Fauzie. Waktu sudah menunjukan jam 6.50, dan kami pun berangkat menuju selatan melewati rute yang memang biasa dilalui. Cuaca yang mendung membuat perjalanan menjadi lebih nyaman, padahal waktu telah menunjukan jam 9.30 tetapi matahari belum menunjukan matanya. Perjalanan selalu memberikan tantangan dan sensasi yang berbeda, karena rute perjalanan yang ditempuh tidak selalu sama. Dengan demikian medan yang akan dilalui selalu tidak terduga. Begitupun hari ini, bersepeda menjadi begitu berkesan dengan melewat tepian danau, melewati pematang sawah, melewati jembatan bambu, menembus belukar, dan tanjakan yang menguras tenaga. Waktu telah menunjukan 11.55 ketika sampai di rumah.       |
posted by ade candra at 22.57
